RANGKUMAN
KIMIA ORGANIK II
1.
STRUKTUR ASAM
AMINO
Asam amino adalah sembarang senyawa organik yang memiliki gugus fungsional karboksil (-COOH) dan amina(biasanya -NH2).
Dalam biokimia seringkali pengertiannya dipersempit: keduanya terikat
pada satu atom karbon(C) yang sama (disebut atom C "alfa" atau α). Gugus karboksil memberikan sifat asam dan gugus amina memberikan sifat basa. Dalam bentuk larutan, asam amino bersifat amfoterik: cenderung menjadi asam pada larutan basa dan menjadi basa pada larutan
asam. Perilaku ini terjadi karena asam amino mampu menjadizwitter-ion. Asam amino termasuk golongan senyawa yang paling banyak dipelajari
karena salah satu fungsinya sangat penting dalam organisme, yaitu sebagai penyusun protein.
Struktur asam amino secara umum adalah satu atom C yang mengikat empat
gugus: gugus amina (NH2), gugus karboksil (COOH), atom hidrogen (H), dan satu gugus sisa (R, dari residue)
atau disebut juga gugus atau rantai samping yang membedakan satu asam amino
dengan asam amino lainnya.
Gambar Struktur asam α-amino, dengan gugus amina
di sebelah kiri dan gugus karboksil di sebelah kanan
Atom C pusat tersebut dinamai atom Cα ("C-alfa") sesuai dengan penamaan senyawa
bergugus karboksil, yaitu atom C yang berikatan langsung dengan gugus
karboksil. Oleh karena gugus amina juga terikat pada atom Cαini,
senyawa tersebut merupakan asam α-amino.
Isomerisme pada asam amino
Dua model
molekul isomer optis asam amino alanina
Karena atom C pusat mengikat
empat gugus yang berbeda, maka asam amino—kecuali glisina—memiliki isomer optik: l dan d.
Cara sederhana untuk mengidentifikasi isomeri ini dari gambaran dua dimensi
adalah dengan "mendorong" atom H ke belakang pembaca (menjauhi
pembaca). Jika searah putaran jarum jam (putaran ke kanan) terjadi urutan karboksil-residu-amina maka
ini adalah tipe d. Jika
urutan ini terjadi dengan arah putaran berlawanan jarum jam, maka itu adalah
tipe l. (Aturan ini dikenal
dalam bahasa Inggris dengan nama CORN, dari singkatan COOH
- R - NH2).
Pada umumnya, asam amino alami
yang dihasilkan eukariota merupakan
tipe l meskipun beberapa
siput laut menghasilkan tipe d. Dinding sel bakteribanyak
mengandung asam amino tipe d.
Polimerisasi asam amino
Reaksi kondensasi dua asam amino
membentuk ikatan peptida
Protein merupakan polimer yang
tersusun dari asam amino sebagai monomernya. Monomer-monomer
ini tersambung dengan ikatan peptida, yang
mengikat gugus karboksil milik satu monomer dengan gugus amina milik monomer di
sebelahnya. Reaksi penyambungan ini (disebut translasi) secara
alami terjadi di sitoplasma dengan
bantuan ribosom dan tRNA.
Pada polimerisasi asam amino,
gugus -OH yang merupakan bagian gugus karboksil satu asam amino dan gugus -H
yang merupakan bagian gugus amina asam amino lainnya akan terlepas dan
membentuk air. Oleh sebab itu, reaksi ini termasuk dalam reaksi dehidrasi. Molekul
asam amino yang telah melepaskan molekul air dikatakan disebut dalam
bentuk residu asam amino.
ZWITTER-ION
Asam amino biasanya
diklasifikasikan berdasarkan sifat kimia rantai samping tersebut menjadi empat kelompok. Rantai samping
dapat membuat asam amino bersifat asam lemah, basa lemah, hidrofilik jika
polar, dan hidrofobik jika nonpolar. Asam amino dalam bentuk tidak terion
(kiri) dan dalam bentuk zwitter-ion.
Karena asam amino memiliki gugus
aktif amina dan karboksil sekaligus, zat ini dapat dianggap sebagai sekaligus
asam dan basa (walaupun pH alaminya biasanya dipengaruhi oleh gugus-R yang
dimiliki). Pada pH tertentu yang disebut titik isolistrik, gugus
amina pada asam amino menjadi bermuatan positif (terprotonasi, –NH3+),
sedangkan gugus karboksilnya menjadi bermuatan negatif (terdeprotonasi, –COO-).
Titik isolistrik ini spesifik bergantung pada jenis asam aminonya. Dalam
keadaan demikian, asam amino tersebut dikatakan berbentuk zwitter-ion.
Zwitter-ion dapat diekstrak dari larutan asam amino sebagai struktur kristal
putih yang bertitik lebur tinggi karena sifat dipolarnya. Kebanyakan asam amino
bebas berada dalam bentuk zwitter-ion pada pH netral maupun pH fisiologis yang
dekat netral.
2.
PEMBUATAN ASAM
AMINO
Asam amino biasa merupakan
senyawa yang agak sederhana, dan sintesis campuran rasemik dari kebanyakan asam
amino ini dapat dicapai dengan teknik – teknik standar. Campuran rasemik
kemudian dapat dipisahkan untuk menghasilkan asam amino enantiomer murni.
Sintesis Strecker dari asam
amino, yang dikembangkan dalam tahun 1850, merupakan rentetan dua – tahap.
Tahap pertama ialah reaksi antara suatu aldehida dan suatu campuran ammonia dn
HCN untuk menghasilkan suatu aminonitril. Hidrolisis aminonitril itu
menghasilkan asam amino.
Jalur sintetik lain menuju asam amino ialah dengan aminasi suatu asam α – halo dengan ammonia berlebih. ( perlu
digunakan NH3 berlebih untuk menetralkan asam dan meminimalkan alkilasi –
berlebih. Lihat sub – bab 15.5 A ).
Jalur sintetik lain menuju asam amino ialah dengan aminasi suatu asam α – halo dengan ammonia berlebih. ( perlu
digunakan NH3 berlebih untuk menetralkan asam dan meminimalkan alkilasi –
berlebih. Lihat sub – bab 15.5 A )
TABEL 19.2 Ringkasan jalur sintetik ke asam amino
Reaksi
1
SUBTITUSI :
2. Sintesis Strecker
3. Aminasi Reduktif :
Aminasi reduktif suatu asam α
– keto merupakan suatu prosedur lain untuk memperoleh asam amino rasemat. (
Ingat, gugus karboksil tidak mudah direduksi )
Reaksi-reaksi yang menghasilkan asam α-amino
diringkas dalam table 19.2
Secara
alami asam-asam amino tersebut terdapat pada berbagai organ hewan, seperti taurin yang banyak terdapat pada
empedu sapi dan asam amino glutamat yang
banyak terdapat di bagian otak. Namun demikian secara komersial, asam amnino tersebut saat ini jarang yang
diekstrak dari organ hewan. Di samping
harganya yang lebih mahal, proses ekstraksi ini jugatidak praktis, serta
kontinyuitas bahan baku yang susah dipertahankan.
Para produsen asam amino saat ini lebih melirik
pada proses fermentasi dan reaksi kimiawi
dari bahan-bahan sintetis. Kalaupun harus diperoleh dari ekstraksi, biasanya diambil dari bahan-bahan yang
tidak sulit didapatkan, seperti bulu
unggas, rambut manusia dan juga biji jagung .
Asam amino glutamat merupakan salah satu yang
diproduksi melalui proses fermentasi.
Bahan media utama yang digunakan adalah molases dan bahan-bahan lain yang mengandung gula. Proses pembuatan glutamat
ini sama dengan proses pembuatan MSG
(mono sodium glutamat) yang banyak dikenal sebagai bumbu masakan. Glutamat yang dihasilkan dari proses
fermentasi tersebut direaksikan dengan
sodium untuk menghasilkan MSG
.
Asam amino lain yang juga dihasilkan dari proses
fermentasi adalah arginin. Namun di Cina
dilaporkan ada juga produsen yang memproduksi arginin dari biji jagung yang dihidrolisa dan dipisahkan asam amino
argininnya melalui perbedaan titik iso
elektrik. Namun para produsen dari Jepang lebih cenderung menggunakan proses fermentasi untuk menghasilkan asamamino tersebut .
Sebagian besar asam amino komersial lainnya,
seperti taurin, metionin, glisin, lisin
dan carnitin banyak dihasilkan dari reaksi sintetis menggunakan bahan-bahan kimiawi. Misalnya saja taurin
yang dihasilkan dari reaksi amino etanol
dan asam sulfat. Bahan-bahan yang banyak digunakan dalam pembuatan asam amino
secara sintetis ini adalah urotropin, urea, ammonia, asam sulfat dan berbagai asam kuat lainnya .
Sedangkan asam amino sistin dan sistein bisa
dihasilkan dari proses fermentasi maupun
ekstraksi dari bahan alami. Jepang merupakan salah satu produsen sistin dan sistein yang dihasilkan dari
proses fermentasi. Sedangkan beberapa
negara lain, seperti Cina, banyak menghasilkan asamamino tersebut dari
ekstraksi bulu unggas dan juga rambut manusia.
Dari segi kehalalan, asam amino yang dihasilkan
dari reaksi kimia sintetis sebenarnya
lebih aman, karena tidak melibatkan bahan yang kritis. Namun reaksi asam kuat dan bahan-bahan kimia tersebut diduga
memiliki pengaruh yang kurang baik bagi
kesehatan, terutama jika digunakan dalam dosis yang berlebihan. Sedangkan proses fermentasi untuk
menghasilkan berbagai jenis asam amino
tersebut memiliki kekritisan dalam penggunaan media fermentasi .
PEPTIDA
Peptida merupakan polimer asam amino.(maksimal
50 asam amino). Asam amino penyusun tersebut terikat oleh ikatan amida atau peptida. gugus amino dari
satu residu terikat dengangugus karboksilat dari residu yang
lain oleh ikatan peptida; gugus karboksilat dari residu kedua terikat oleh ikatan peptida
dengan gugus amino residu ketiga, dst
Peptida merupakan molekul yang terbentuk dari
dua atau lebih asam amino. Jika jumlah asam amino masih di
bawah 50 molekul disebut peptida, namun jika lebih dari 50 molekul disebut
dengan protein. Asam amino saling berikatan
dengan ikatan peptida. Ikatan peptida terjadi jika atom nitrogen pada salah satu asam amino
berikatan dengan gugus karboksil dari asam amino lain. Peptida
terdapat pada setiap makhluk hidup dan berperan pada beberapa aktivitas biokimia. Peptida dapat berupa enzim, hormon, antibiotik, dan reseptor.
Peptida dapat dikelompokkan
menurut kemiripan struktur dan fungsinya, yaitu :
Peptida
Ribosomal
Peptida ribosomal disintesis dari translasi mRNA.
Peptida ini berfungsi sebagai hormon dan molekul signal pada organisme tingkat
tinggi. Secara umum, peptida ini mempunyai strukstur linear.
Peptida
non-Ribosomal
Peptida non-Ribosomal disintesis
dengan kompleks enzim. Peptida ini terdapat pada organisme uniselular, tanaman, dan fungi. Pada
peptida ini terdapat struktur inti yang kompleks dan mengandung pengaturan yang
berbeda-beda untuk melakukan manipulasi kimia untuk menghasilkan suatu produk.
Secara umum, peptida ini berbentuk siklik, walaupun ada juga yang berbentuk
linear.
Peptida
Hasil Digesti (Digested peptides)
Peptida ini terbentuk dari hasil proteolisis non-spesifik dalam siklus
digesti. Peptida hasil digesti secara umum merupakan peptida ribosomal, akan
tetapi tidak dibentuk dari translasi mRNA. Peptida ini juga dapat dibentuk dari
protein [yang didigesti dengan protease spesifik, seperti digesti trypsin
yang sering dilakukan sebelum mass spectrometry peptide analysis.
Ikatan Peptida
Dalam menyusun protein, asam
amino pembentuk protein membentuk ikatan peptida dengan asam amino lainnya.
Ikatan peptida adalah ikatan yang terbentuk antara atom C karboksilat asam
amino dengan atom N amina dari asam amino lainnya. Pada prosesnya, reaksi ini
melepaskan sebuah molekul H2O.
Hasil reaksi diatas adalah
dipeptida, karena terbentuk dari dua asam amino. Bagaimanapun dipeptida masih
memiliki gugus karboksilat dan amina, sehingga reaksi pembentukan ikatan
peptida masih dapat terus terjadi. Dipeptida dapat bereaksi dengan asam amino
atau dipeptida lainnya membentuk oligopeptida. Oligopeptida pun masih bisa
terus bereaksi dengan asam amino atau oligopeptida lainnya, pada akhirnya
terbentuklah protein. Lepasnya gugus -OH asam karboksilat dan -H amin pada
proses pembentukan ikatan peptida menyebabkan struktur asam amino pada
oligopeptida atau protein tidak lagi lengkap sebagai asam amino. Oleh karena
itu, kata paling tepat untuk menyebutkannya adalah "residu asam amino
3.
SINTESIS
PEPTIDA
Peptida, pertama
disintesis oleh Emil Fischer , yang dalam tahun1902 juga mengemukakan gagasan bahwa
protein adalah poliamida. Sintesis amida biasa dari klorida asam dan amina
berupa reaksi langsung.
RCOCl + R’NH2
RCONHR’
Namun, sintesis peptida atau
protein dengan jalur ini tidak langsung. Permasalahan utama adalah terdapatnya
banyak cara dalam mana asam amino itu bergabung.
gly + ala gly-ala atau ala-gly atau gly-gly atau
ala-ala
gly + ala + phe phe-gly-ala atau gly-ala-phe atau
gly-ala-gly-ala
atau
phe-phe
Untuk
menghindari reaksi yang tak diinginkan, setiap gugus reaktif lain, termasuk
gugus reaktifdalam rantai samping, haruslah diblokade, Dengan membiarkan hanya
gugus amino dan gugus karboksil yang diinginkan saja yang bebas , seorang ahli
kimia dapat mengawasi posisi reaksi.
Kriteria pendekatan ke sintesis peptide untuk gugus blockade yang baik adalah ( 1 )
hatus lamban ( inert ) terhadap kondisi reaksi yang diperlukan untuk membentuk
ikatan amida yang diinginkan, dan ( 2 ) harus mudah dibuang setelah sintesis
itu lengkap. Satu gugus blockade semacam itu adalah gugus karbamat lamban terhadap reaksi pembentukan amida,
tetapi mudah dibuang dalam tahap belakangan tanpa menganggu bagian lain molekul
itu. Pendekatan ke sintesis peptide ini dikembangkan dalam tahun 1932.
Glisina yang gugus aminonya telah diblokade itu
dapat direaksikan dengan SOCL2 untuk membentuk klorida asam dan
kemudian diolah dengan suatu asam amino baru untuk membentuk suatu amida. Namun
klorida asam bersifat sangat reaktif dan dapat terjadi reaksi – reaksi samping
yang tak diinginkan meskipun telah ada blockade. Untuk menghindari permasalahan
ini, glisina yang telah diblokade gugus aminonya biasanya diolah dengan etil
kloroformat untuk menghasilkan suatu ester teraktifkan.
Seperti sutau klorida asam, ester teraktifkan ini
dapat bereaksi dengan suatu gugus amino dari asam amino untuk memberikan
dipeptida yang diinginkan.
Pada titik ini,
rentetanya dapat diulang untuk menambahkan asam amino yang ketiga. Bila
sintesis peptide telah lengkap, gugus karbamat dipaksapisah dengan reduksi untuk
menghasilkan peptide bebas
Sintesis peptida dilakukan dengan
menggabungkan gugus karboksil salah satu asam
amino dengan gugus amina dari asam amino yang lain. Sintesis peptida dimulai dari C-
terminus (gugus karboksil) ke N-terminus
(gugus amin), seperti yang terjadi secara alami
pada organisme. Namun, untuk mensintesis
peptida, tidak semudah mencampurkan asam
amino begitu saja. Seperti contohnya:
mencampurkan glutamine (E) dan serine (S) dapat
menghasilkan E-S, S-E, S-S, E-E, dan
bahkan polipeptida seperti E-S-S-E-E.
Untuk
menghindari asam amino berikatan tidak terkendali, perlu dilakukan perlindungan
dan kontrol terhadap ikatan peptida yang
akan terjadis sehingga ikatan yang terbentuk sesuai dengan yang diinginkan.
Langkah-langkah sintesis peptida adalah sebagai berikut: asam amino ditambahkan
gugus proteksi. Kemudian asam amino yang diproteksi dilarutkan dalam pelarut
seperti dimetyhlformamide (DMF) yand digabungkan dengan coupling reagents dipompa melalui kolom sintesis. Grup
proteksi dihilangkan dari asam amino melalui reaksi deproteksi. Kemudian
pereaksi deproteksi dihilangkan agar tercipta suasana penggabungan yang bersih.
Coupling reagents, contohnya N,N'-dicyclohexylcarbodiimide (DCCI), membantu
pembentukan ikatan peptida. Setelah reaksi coupling terbentuk, coupling reagentsdicuci untuk
menciptakan suasana deproteksi yang bersih. Proses proteksi, deproteksi, dan coupling ini
terus dilakukan berulang-ulang hingga tercipta peptida yang diinginkan.
Rumit ya.... aku dah follow,,, folback ya di http://agungbudisatrio.blogspot.com/
BalasHapusthanks...
hahaha..ok , dtnggu :-)
BalasHapus